No | Satuan Pendidikan | Pendaftaran | Waktu | Pengumuman | Pendaftaran Ulang | Hari-Hari Pertama Sekolah |
1 | SMP/MTs | 1 – 3 Juli 2010 | 08.00 – 13.00 | 5 Juli | 6-7 Juli 2010 | 12 Juli 2010 |
2 | SMA/MA | 1 – 3 Juli 2010 | 08.00 – 13.00 | 5 Juli | 6-7 Juli 2010 | 12 Juli 2010 |
Rabu, 23 Juni 2010
PPDB Online SMP N 17 Ska
Senin, 10 Mei 2010
Siswa Dimotivasi Minta Maaf Orangtua
Saat ditemui Joglosemar di sela-sela memberikan motivasi di SMPN 17, Jumat (5/3), pihaknya mengemukakan keinginannya agar para peserta UN mempunyai motivasi tinggi untuk lulus dengan nilai maksimal.
Di samping itu, katanya, bahwa dukungan dan doa restu orangtua menjadi formula mujarab bagi anak didik di sekolah. Banyak kendala ketika para murid menghadapi ujian, masalah dengan teman, guru dan orangtua. Hal-hal seperti itu secara tidak langsung akan menghambat proses siswa dalam menghadapi ujian nasional.
“Penyegaran pikiran itulah yang diutamakan dalam pemberian motivasi ini. Mereka kami kumpulkan jadi satu, kami ajak mereka merenungi segala khilaf kepada teman, guru serta terpenting yakni kedua orangtua. Doa restu orangtua diharapkan mampu mendorong anak-anak peserta ujian nasional secara mental, agar cenderung lebih siap dan percaya diri pada kemampuannya sendiri,” tuturnya.
Wakil Kepala SMPN 17, Sudjito mengatakan program motivation sebagai obyek vital anak didik di sekolah. “Sangatlah positif acara pemberian motivasi seperti ini, asupan semangat dan dukungan mental dari teman, guru dan orangtua akan membantu siswa memberikan hal terbaik dalam UN nantinya,” terangnya.
Siswa kelas IXA, Agus Supriyanto mengaku setelah mengikuti acara tersebut langsung meminta maaf kepada teman dan guru. Ia berharap setelah tiba di rumahnya akan meminta maaf kedua orangtuanya.
“Saya rasa kata-kata maaf sangatlah dalam maknanya. Menurut saya pribadi, kata maaf bisa menjadi dorongan mental dalam menghadapi UN,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca kepada Joglosemar. (Bonus Wibowo Bramhartyo)
3 Sekolah , Jajanan ada Formalin
Solo (Espos)–Yayasan Kakak bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo menemukan indikasi terdapat zat formalin yang terkandung dalam jajanan di tiga sekolah di Kota Solo.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Unisri, Indrias Tri Purwanti saat ditemui wartawan di sela-sela acara pelatihan mendeteksi formalin di SDN Sawahan 2, Sabtu (1/8), mengatakan hingga kini pihaknya menemukan indikasi kandungan formalin dalam beberapa jajanan di tiga sekolah di Kota Solo yakni, SDN Banyuanyar 1, SDN Sawahan 2, dan SMPN 17.
“Masing-masing sekolah kami ambil sampel 5-6 jenis jajanan untuk kami uji formalin. Hasilnya, beberapa jajanan yang terindikasi mengandung formalin itu ditemukan di tiga sekolah yang berbeda,” papar Indrias.
Menurut Indrias, dalam hal ini pihaknya menggunakan dua alat yakni Kalium Permanganan (KMn04) atau yang biasa disebut PK dan uji formalin semi kuantitatif untuk mendeteksi indikasi kandungan formalin dalam jajanan sekolah itu. Ia menjelaskan, sebenarnya larutan PK mempunyai warna dasar merah muda. Akan tetapi, jika PK ini mampu berubah warna menjadi putih jernih saat dilarutkan dalam makanan, maka makanan tersebut terindikasi mengandung zat formalin.
Indrias menambahkan, hasil uji coba itu belum membuktikan bahwa beberapa jajanan tersebut mengandung formalin. Menurutnya, diperlukan sebuah penelitian lebih lanjut jika ingin membuktikan jajanan itu mengandung formalin.
“Kami hanya mendeteksi dengan indikator-indikator yang ada. Dengan demikian, kami hanya bisa menyimpulkan kemungkinan besar jajanan sekolah itu mengandung zat formalin yang berbahaya jika dikonsumsi,” tandas Indriah.
Sementara itu, Manajer Divisi Komsumen Yayasan Kakak, Fajar Yulianto mengatakan pelatihan mendeteksi formalin itu bertujuan untuk mendidik siswa agar bisa memilah-milah layak atau tidak jajanan itu untuk dikonsumsi. Menurutnya, hasil uji coba itu selanjutnya akan diajukan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Solo untuk mencarikan solusi atas persoalan itu.
Disiapkan, Pilot Project Pendidikan Berkarakter
“Kami akan mengajukan proposal pertengahan bulan ini ke Direktorat Kesiswaan Kementrian Pendidikan Nasional. Nantinya setelah adanya persetujuan, kami telah mempersiapkan pilot project yang akan mengambil contoh salah satu jenjang sekolahan mulai tingkat SD, SMP dan SMA/SMK di Kota Solo,” kata Kelik Isnawan, Kepala Bidang Pemuda Disdikpora Kota Surakarta kepada Joglosemar di ruang kerjanya, Jumat (5/3).
Pihaknya mengutarakan pelaksanaan program pendidikan berkarakter lebih ditekankan pada pengadaan diklat-diklat secara berkelanjutan. Kemudian disinggung tentang teknis pendidikan berkarakter, ia mengimbau agar mulai tahun ajaran baru semuanya bisa terealisasi dengan baik.
Kelik menyebutkan program bagi sekolah berkarakter di Kota Solo akan dilakukan pembedaan dari tiga pilar yakni pembiasaan sehari-hari, peraturan serta kurikulum sekolah dengan ciri khas masing-masing. “Akan kami adakan perubahan sebagai bahan perbandingan antara sekolah berkarakter dan yang belum. Kami akan pilih satu sekolahan dari tingkat SD, SMP dan SMA atau sederajat,” tandasnya.
Kelik mengutarakan permasalahan internal seperti penyelenggaraan workshop dan lainnya akan dikembalikan kepada aturan per sekolahan. “Kegiatan seperti ini baru pertama kali dilakukan di Kota Solo, selebihnya penerapan tentang diklat diupayakan untuk menggantikan kurikulum sekolah secara berkelanjutan, artinya, di sebuah SMP pada kelas I dan kelas II berlangsung secara berlanjutan dan efektif,” tuturnya.
Kelik Isnawan menambahkan harapannya dari pilot project ini akan mengetahui berbagai kelemahan dan kelebihan program dikemudian hari. “Untuk sementara ini, baru SMPN 17 yang telah muncul sebagai sekolah percontohan. Mudah-mudahan dari proyek percontohan ini akan mengetahui sisi positif dan negatif program dan revisi ke depannya,” tegasnya. (bns)
Siswi SMP Terampil Gunakan Canthing
Namun, peningkatan jumlah pengguna batik tidak bisa dijadikan jaminan bahwa batik akan tetap lestari. Perlu ada upaya lebih serius untuk melestarikan produk budaya itu.
“Saat ini batik masih dikerjakan oleh generasi tua. Saya perhatikan belum banyak generasi muda yang bisa membatik,” ungkap Suparman, salah satu seniman batik yang tampil pada
Demo Membatik Tiga Generasi yang dilaksanakan Senin (26/10), di Taman Balekambang.
Dari segi peningkatan jumlah peminat, dukungan pemerintah dalam mempromosikan batik, merupakan sinyal positif dalam usaha melestarikan batik. Menurut Suparman, yang terpenting adalah bahwa batik juga perlu regenerasi. “Anak muda perlu diperkenalkan bagaimana cara membuat batik. Jadi tidak hanya memakai, tapi juga bisa membuat,” jelasnya.
Persoalan regenerasi batik, ternyata juga menjadi perhatian Bambang Budi Setyo, Guru Seni Budaya, SMPN 17 Surakarta. Ia mulai merintis ekstrakulikuler Membatik pada sekolahnya sejak tahun 2007.
“Saya ingin anak-anak bisa ikut nguri-uri batik yang merupakan warisan budaya Indonesia,” ungkapnya saat mendampingi murid-muridnya mengisi Demo Membatik yang dilaksanakan pada acara Gelar Seni Budaya 2009.
Sebanyak sepuluh anak didiknya, tampil memperlihatkan kemampuan dalam membatik. Salah satunya adalah Adelia Nurma Yunita (15). Siswi kelas tiga SMP ini tampak piawai menuangkan malam, semacam lilin untuk membentuk pola, ke dalam canthing. Selanjutnya ia mulai menuliskan canthing mengikuti motif yang telah disiapkan.
Bagi sebagian anak muda, membatik bisa menjadi hal yang membosankan. Adelia menceritakan, bahwa sebagian temannya yang mundur dari ekstrakulikuler batik. Ia adalah salah satu yang bertahan paling lama. “Menurut saya bisa membatik itu justru menyenangkan. Karena sebagai generasi muda, kita bisa ikut melestarikan batik,” jelas siswi yang senang menggambar ini.
Batik masuk kurikulum, Disdikpora bentuk tim khusus
(Espos)–Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dsdikpora) membentuk tim khusus yang bertugas merumuskan kurikulum mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) Batik yang akan digunakan pada tahun ajaran baru mendatang.
Kepala Disdikpora, Drs Rakhmat Sutomo MPd mengatakan tim khusus itu terdiri atas praktisi pendidikan, akademisi, pengawas, dan stakeholder yang mempunyai kapasitas di bidang seni batik.
Menurutnya, tim khusus itu bertugas merumuskan kurikulum mata pelajaran Mulok Batik dari segi standar isi maupun arah pembelajaran yang diharapkan pada masing-masing jenjang pendidikan.
“Untuk SD kurikulum diarahkan untuk pengenalan batik baik dari segi sejarah maupun pengenalan pada pola-pola batik tertentu, untuk siswa SMP diharapkan bisa mempraktikkan pada tingkatan sederhana seperti pembuatan taplak meja. Sementara untuk jenjang SMA/SMK diharapkan tidak sekadar bisa membatik melainkan juga mempelajari strategi pemasarannya. Kami berharap pada Desember kurikulum itu sudah terbentuk,” papar Rakhmat saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (5/10).
Dalam hal ini, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sekolah atas partisipasi mereka dalam kirab batik yang digelar Sabtu (3/10).
Menurutnya, tingginya partisipasi pihak sekolah dalam kirab batik itu menandakan besarnya dukungan perlunya Mulok Batik dalam kurikulum pendidikan.
Rakhmat menambahkan, pada tahun depan pihaknya akan menggelar diklat mengenai kurikulum batik yang akan diikuti oleh para guru.
Menurutnya, pihaknya akan memperdayakan sumber daya manusia (SDM) yang sudah ada dalam mengampu Mulok Batik pada tahun ajaran 2010/2011 mendatang.
“Diklat itu akan diampu oleh lembaga yang mempunyai kredibilitas di bidang seni batik. Kami cukup memanfaatkan SDM yang ada, jadi tidak perlu membuka formasi guru untuk mengampu Mulok Batik itu,” tandas Rakhmat.
Sementara itu, Kepala SMPN 17, Drs Joko Slameto MPd saat ditemui di kantornya, menyatakan dukungannya terhadap rencana penerapan Mulok Batik pada tahun ajaran baru mendatang.
Menurutnya, langkah itu merupakan solusi yang tepat dalam rangka menjaga atau melestarikan batik sebagai warisan budaya dunia.
Mengapresiasi kolaborasi 3 generasi pembatik di Balekambang
Betapa tidak, dari belasan orang itu terdapat sekitar sembilan siswa SMPN 17 Solo yang siap unjuk kebolehan dalam seni membatik. Para siswa berusia belasan tahun itu membatik bersama senior mereka seperti Cande Ayu Sutarto, 64, dan Suparman, 54. Dua nama yang disebut terakhir dikenal masyarakat Solo sebagai pembatik ulung pada era masing-masing yakni 1980 dan 1990-an.
Kendati dipersandingkan dengan pembatik-pembatik kenamaan, para siswa belia tersebut tak patah arang. Dengan tekun dan percaya diri mereka menggoreskan canthing berisi cairan lilin (malam) ke kain putih yang telah diberi motif. Gaya mereka terlihat cukup luwes untuk sekelas pembatik pemula.
“Saat membatik saya bisa mengekspresikan diri. Jadi saat membatik ya mengalir saja dengan siapa pun temannya,” ujar Rifki Aggraeni, 14, siswa kelas III SMPN 17 Solo.
Gadis belia berkerudung putih itu mengaku sudah berulang kali mengikuti event membatik di Kota Solo. Baginya tidak ada masalah aktif dalam kegiatan semacam itu demi melestarikan budaya nenek moyang utamanya batik yang telah diakui duina internasional. Senada, Cande Ayu Sutarto mengaku bangga dengan semangat dan ketekunan generasi muda terhadap seni membatik. Menurut dia, seni membatik harus ditanamkan kepada penerus bangsa melalui intitusi pendidikan baik tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
“Jangan sampai budaya kita ditinggalkan dan justru diambil bangsa lain. Generasi muda harus dikenalkan dengan batik sehingga bisa menumbuhka rasa cinta dan memiliki dari mereka,” ungkap dia.
Pada bagian lain, Ketua Panitia GSB Taman Balekambang, Endang Sri Murniyati menjelaskan, GSB merupakan ajang apresiasi seni batik dari generasi tua, muda dan remaja. Tujuannya menurut dia, guna semakin menanamkan kecintaan terhadap batik kepada masyarakat utamanya generasi muda.